​Masihkah Kita Bernyali 

Angin masih akan tetap bertiup, walaupun riuh tak kunjung usai. 

Cahaya masih tetap sajah terasa hangat, walau terkadang terasa begitu panas hingga membakar kulit. 
Hujan akan tetap turun untuk menyejukan udara, walau terkadang begitu membuat risau karena ia turun terlalu deras. 
Manusia Yang mati akan kehilangan jasadnya berserta tulang – berulangnya. Dagingnya akan habis di makan oleh segerombolan cacing,  serangga dan belatung. Jasad akan menimbulkan bau busuk ketika sudah usang. 
Namun keberanian adalah keberanian,  ia tidak akan habis Di telan oleh waktu. 

Perlawanan akan tetap menjadi perlawanan dan ia tak akan bisa di hentikan oleh suara meriam ataupun desing peluru. 
Pembelaan atas Hak adalah jihad yang paling mulia. Tak peduli apakah itu akan di dengar oleh penguasa ataupun tidak !
Bertahan atas sesuatu yang seharusnya di pertahankan untuk kelangsungan ekosistem adalah keberanian yang tak terhingga. Sampai – sampai alampun dia bela Demi sebuah keseimbangan hidup. 
Selamat menutup mata 

Menghentikan nafas 

Dan beralih dalam perjalan Ababdi. 

Shalawat dan Shalam atasmu. 
Maafkan kami yang muda, yang terlalu takut akan ancaman. 
Maafkan kami yang muda, yang terlalu banyak berteori. 
Maafkan kami yang muda, yang sibuk bersembunyi dalam ruangan kampus untuk menuntut ilmu. 
Maafkan kami yang terlalu pecundang dan bersembunyi dalam balutan organisasi kampus. 
Maafkan kami yang selalu sibuk beribadah, tapi lupa akan arti pentingnya kemanusiaan yang adil dan beradab.

Harap Untuk Semesta Kecilku.

Haii semestaku, tak lama lagi engkau akan terlahir di dunia ini. Engkau bisa mendengarkan suara tawa, melihat gerak – gerik manusia dan juga mencium bau tak sedap. 

Engkau akan merasakan belaian dari orang – orang di sekitarmu, aku berharap belaian dari seseorang yang akan menggendongmu atau memelukmu kelak, tak mengandung unsur untuk ingin mecelakaimu.

Engkau adalah harapan ketika nanti aku tak mampu lagi mengeja sebuah text karena rabunnya mataku. Engkau adalah penuntunku ketika aku tak mampu lagi untuk berjalan. 

Duhai yang akan telahir dengan penuh kesucian, engkau adalah cahaya penerang di saat aku tak lagi bisa membedakan mana siang dan mana malam. 

Nak, lahirlah engkau dengan tangisan yang begitu kencang. Lahirlah engkau dengan gerakan yang begitu aktif. Lahirlah engkau dengan wujud yang sempurna.

Balutan doa dariku akan menemanimu ketika engkau akan terlahir nanti. Aku akan berdiri melihatmu dengan penuh kaharuan dan kebahagiaan. 

Selamat Hari Perayaan Untuk Para Petarung 

Pada zaman dulu di negara Arab ada sosok wanita yang terlahir pada tahun 606 M. Wanita yang bertubuh kecil dengan matanya yang begitu indah, dan kecantikannya yang begitu memikat hati para lelaki. 

Setelah tumbuh dewasa di usia kurang lebih 11 tahun, wanita kecil ini selalu menemani ayahnya untuk berdagang, beribadat dan ikut mendampingi ayahnya kemanapun dia pergi. 

Wanita yang tumbuh mempesona ini tidak pernah merasakan belaian kasih sayang seorang ibu, karena dia di tinggalkan oleh ibunya pada usia yang masih dini (bayi). 

Sosok ayahnya begitu kontroversial pada saat itu, karena berbeda keyakinan dengan penduduk mayoritas. Ayahnya sering di perlakukan secara tidak manusiawi, di lecehkan, di ludahi, di lempari kotoran hewan lalu di aniyaya secara pisik. 

Wanita kecil ini menjadi tameng bagi ayahnya, dia melindungi ayahnya dari serangan pisik yang akan di lakukan oleh penduduk setempat, di hadapan wanita yang begitu lugu dan begitu cantik ini tak ada kata ampun bagi ayahnya, orang – orang di sekitarnya melempari batu kepada ayah wanita tersebut, sampai – sampai si ayah tersungkur dan terluka. 

Wanita kecil berkata pada ayahnya “semua akan baik – baik sajah”, sambil mengelus kepala ayahnya dan membersihkan kotoran hewan dari kepalanya, juga mengobati luka – luka akibat lemparan batu di tubuh juga kepala yang berlumuran darah. 

Ayah tetaplah pada keyakinanmu, seberat apapun resiko yang akan kau tempuh jangan pernah menyerah terhadap apa yang kau nyakini “ujar wanita kecil ini kepada ayahnya”. Ayahnyapun terharu melihat perhatian yang di berikan oleh anaknya. Sampai ayahnyapun berkata “engkau adalah ibu dari bapakmu”.

Wanita kecil ini selalu menyembunyikan kesedihannya di hadapan ayahnya, prilaku dari penduduk yang tak mengenal bagaimana seharusnya menghargai perbedaan.

Kesedihan itu semakin hari semakin bertambah, intimidasi yang tak kunjung pernah usai terhadap ayahnya menjadikan sosok wanita kecil ini menjadi pemberani dan tak takut menghadapi kesedihan yang akan di terima di hari – hari berikutnya.

Dari sepercik kisah ini ada makna yang bisa kita ambil untuk para petarung “jangan pernah takut ketika kau merasa berada dalam kebenaran, perjuangankanlah hakmu sampai titik dimana l engkau tak bisa lagi menggerakan anggota tubumu. Jika hakmu tak kunjung kau dapat,  maka kau harusnya merebutnya. 

Jangan pernah takut! 

Jangan pernah mundur! 

Jangan pernah berhenti! 

Railah kemenanganmu dengan ketegaran! 

Memeluk Lirih 

Apa yang tak di harapkan dari sebuah perjumpaan adalah kehilangan. Namun mengapa aku sangat menginginkan kehilangan?  Barangkali ada santun yang tak pernah terpeluk oleh kasih. 

Di ujung senja, air mata adalah manifestasi dari kesedihan yang tak pernah terbalut oleh tutur kata yang lembut. 

Lirih terasa di saat pengorbanan hanya di balas oleh cibiran. Semangat untuk bahagia selalu sajah di tusuk oleh pemburu ego. 

Sepenggal  doa yang terlantun begitu bising terdengar oleh telinga  karena keadaan yang begitu porak poranda oleh sebuah pertengkaran di dalam rumah. 

Oh.. Rumah, mengapa engkau menjadi ganas? Mengapa engkau begitu gerah? Sudah tak sudikah engkau menampung dua anak manusia yang saling memaki satu sama lain? Tak sudikah lagi engkau memberikan perlindungan? Atau barangkali engkau sudah muak dengan segala teriakan dan tangisan dari dua anak manusia ini? Pintaku padamu jadilah pelindung walaupun penghuninya begitu bengis.

Ku peluk erat segala lirih, sakit dan luka. lalu akan ku bawa pada semesta, agar engkau bisa menampung segala bercak dan tilas dari reruntuhan hasil pertikaian. 

Bandung 3 maret 2017

•April•

Sekilas Tentang Lenin 

Lenin adalah tokoh intelektual, dia juga mempunyai keyakinan pada hal – hal yang rasional. Lenin berbeda dengan Trosky. Trosky adalah orang yang terkesan bekarakter kuat secara alamiah, bukan karena bentuk seperti itu tetapi seseorang yang sanggup untuk tetap tegak Walau dia merasa dirinya di pihak yang salah. 

Menurut lenin Kebebasan adalah kemewahan  yang tidak di ijinkan Pada tahap revolusi. Konsep kebebasan yang di pakai oleh Lenin adalah konsep kebebasan borjuis. Pada kenyataannya Revolusi adalah masalah mengamankan kekuasaan proletariat. Musuh – musuh harus di hancurkan dan semua kekuatan harus terpusat di negara komunis. Ujar Lenin. 

Lenin adalah orang yang memiliki pandangan yang jelas dan tujuan yang tegas. Dia bukan orang yang besar secara fisik tetapi orang yang memiliki pikiran dan keinginan kuat. Orang yang logis dan tidak emosional. Lentur secara intelektual dan cukup berani untuk melaksanakan metodenya berdasarkan kebutuhan situasi, tetapi selalu melihat tujuan akhirnya yang jelas. 

Lenin adalah seorang lelaki yang dengan jujur merasa yakin metode jahat bisa di lakukan untuk tujuan yang baik dan metode itu akan di benarkan. Lenin adalah revolusionis yang terus melaju seperti yang di katakan Netchayev “seorang yang sanggup mengorbankan sebagian besar manusia jika di butuhkan untuk menjamin kemenangan revolusi sosial”.

Lenin seorang petarung, setiap pemimpin revolusi harus menjadi petarung. Dalam sisi ini Lenin hebat, pikiran yang tegas, sikap positifnya, pengorbanan diri, tetapi dia juga kejam kepada orang lain, demi jaminan penuh bahwa hanya rencanya sendiri yang dapat menyelamatkan umat manusia. 

Catatan dari saya, Lenin begitu di benci oleh kaum tani (para petani) kepemimpinan Lenin, Tsar dan Blosevik itu sama sajah. Sama – sama jahat kepada para petani. 

Kalimatmu Begitu Bising Untuk Di Dengar 

Malam selalu sajah membawa keharuan dan kesadaran yang begitu sangat melimpah, sampai – sampai tumpah, karena aku tak tahu apakah ini sebuah berkah atau sebuah ratapan. 

Setiap kata yang terucap dari mulutmu hingga menjadi suatu kalimat yang utuh untuk aku dengar. Hanya lontaran kalimat penyelasan, makian dan cemoohan sampai – sampai aku lupa, apakah itu peringatan atau pujian untukku? 

Tak mengapa, jika  kau tak menganggapku sebagai manusia. Setiap hinaan yang terlontar dari mulutmu, hingga sampai terdengar oleh telingaku, lalu di ingat  oleh memoryku dan berujung pada rasa sakit di bagian dadaku. 

Kebersamaan kita bukan untuk memahami sifat atau kelakuan satu sama lain, namun salah satu dari kita harus menjadi manusia yang ingin di mengerti tanpa ada rasa bagaimana kita harus mengerti. 

Salah satu dari kita harus menjadi budak, atas dasar egoisme dan arogansi. Jika salah satu dari kita tidak ingin ada yang menjadi budak barangkali keduanya akan merasa tersakiti oleh tingkah laku yang tak tau mana yang benar dan mana yang salah !

Namanya budak, dia harus tunduk atas perintah majikan. Majikan tidak pernah ingin tau alasan mengapa kita membangkang !. Tidak ada kebenaran untuk para budak dan pembelaan yang di lakukan adalah kesalahan yang begitu fatal. 

Posisiku di sinih sebagai budak, demi kekasih yang aku sayangi aku rela menjadi binatang yang berjalan dengan dua kaki, yang  mempunyai pikiran dan perasaan. 

Apa lagi yang harus ku perbuat?  Selain tunduk patuh dan mengiakan setiap hujahnya. Tak ada kompromi untuk para budak, tak ada kebebasan berpendapat untuk para budak dan tak ada pembelaan untuk para budak.

Aku hanya bisa menahan rintihan rasa sakit dengan senyuman. Menahan amarah dengan tawa. Menahan marah dengan tangisan. Tak ada lagi yang bisa ku perbuat, barangkali hanya sepenggal doa yang bisa  ku ucap “Tuhan berilah dia kebahagiaan, berilah dia rezeki yang berlimpah, berilah dia kesehatan dan jangan samapi dia merasakan kesakitan seperti diriku“.

Aku menelan semua hujah yang terlontar dari mulutmu dan mengikhlaskan apa yang sudah menyakitu. Aku hanya ingin berdialog dengan kesunyiaan, berbicara lewat kehampaan dan berlari dalam gelap yang begitu pekat. 

Demi kekasih, aku rela tersisih. 

Demi kekasih, aku rela ternegasikan. 

Demi kekasih, aku rela terhinakan. 

Demi kekasih, aku rela tercampakan. 

Demi kekasih, aku rela merawat rasa sakit. 

Demi kekasih, aku rela tertawa dalam duka. 

Demi kekasih, aku rela bahagia dalam pilu. 

Demi kekasih, aku rela teraleniasi. 

Wahai kekasih barangkali suatu hari nanti ketika aku tiada, engkau bisa memaknai apa itu kesabaran dan pengorbanan. Dengarlah kekasih, barangkali di suatu hari nanti kau akan susah mendapatkan aktor seperti diriku. 

Ketika kau menyadari suatu waktu  nanti, dan kau bertanya pada se-onggok jasad di hadapanmu, mengapa aku bisa menjadi budak yang setegar ini ? Inilah sandaran dan  kalimat yang menjadi penyanggah mengapa aku tidak rapuh dan tumbang “Bahwa Tuhan selalu bersama dengan orang – orang yang hancur hatinya

Mengenggam Lalu Melepas 

Ada kisah yang selalu kita buat walau di akhir kisah itu berujung dengan kata akhiri sajah.
Ada tawa ketika kita bersama, walau di akhir cerita air mata yang akan menyimpulkannya.
Ada kebahagiaan yang selalu kita ukir saat bersama, namun akhirnya kita harus menangis karena saling melukai di akhir kisah.
Ada kita yang selalu bersama dan saling berbagi, namun setiap episode membagi kisah dengan mencoba untuk saling melepas, melupakan, dan mengakhir.
Tangan yang mencoba menggenggam akhirnya kehabisan tenaga untuk saling memepertahankan. 
Tangan yang selalu memeluk erat tubuh, pada akhirnya harus di melepaskan karena sebuah episode yang begitu pelik.
Tangan mempunyai kadar kekuatan untuk melepas walaupun di saat yang seharusnya tangan itu masih saling menggenggam.

Tak Di Harapkan

Teruntuk ibu dan ayah mohon maaf yang sebesar – besarnya.

Maaf jika kerapkali kalian berkelahi karenaku, maaf jika seringkali aku adalah biang keladi terciptanya ketegangan di dalam rumah. 

Ayah segala lelahmu adalah baluran lembut yang mengasiku dan ibu segala rasa sakitmu adalah anugrah yang tak berujung.

Aku adalah anak yang di kandung dari hasil perzinahan, seringkali ibuku merasakan kesakitan karena gerakan yang aku timbulkan di dalam perutnya. Aku adalah anak yang tak tahu diri, yang di kandung namun kerap kali membuat ulah. Tak berhenti sampe di situ sajah, karenaku ibu sulit untuk beraktifitas dan karier ibupun nyaris pupus. 

Kudengar bisik ibuku, bahwa dia bertaruh nyawa untukku. Namun apa yang aku perbuat untuk ibuku? Tidak ada yang bisa aku perbuat selain menambah beban. 

Kondisi ibu akhir – akhir ini gampang cape, karena ulahku yang selalu sajah bergerak pada saat lewat tengah malam. Maafkan aku ibu, begitu tak tahu dirinya aku, sampai waktu istirahtmu kau harus merintih kesakitan.

Jika keberadaanku tidak di harapakan, ingin sekali aku berbisik kepadamu “jika suatu hari nanti aku terlahir, tolong doakan aku agar pisikku sempurna dan tidak ada kecacatan secara mental“.

Jika kelahiranku tidak di harapkan, beri aku sekali lagi kesempatan untuk berbisik kepadamu “Semoga kelak akulah yang akan menolongmu, jika engkau susah nanti dan aku juga yang akan mengurusmu jika engkau sakit nanti”.

Dan teruntuk ayah terimakasih sudah sudi mempertahankanku. Maaf jika lelahmu selepas pulang kerja, terbayar oleh sahutan ibu yang sedang kesakitan. 

Terimaksih, kalian sudah berproses untuk menghadirkan aku di dunia ini. 

Terimaksih, kalian satu sama lain harus terluka karena ulahku. 

Terimakasih, akan segala riuh yang telah aku perbuat. 

Terimaksih, kalian sudah bertahan sejauh ini. 

Terimakasih, kalian rela bertengkar terus menerus karena keberadaanku, apakah harus di lahirkan atau di aborsi. 

Terimakasih untuk segala ucap.  Terimakasih untuk segala cerca. Terimakasih untuk segala doa.  Terimakasih untuk segala kesudian. 

Untuk ayah dan ibu terimakasih, untuk segala sabar dan ikhlas. Semoga Tuhan senantiasa melindungi kalian dan Semoga sang Bunda Maria selalu memberi kasih juga ketegaran kepada kalian. Dari aku, anak yang tak di harapkan. 

Desir

Dalam sebuah angan selalu ada duri yang akan menyakiti. Kepalaku terlalu riuh untuk memikirkan segala harap, letih sudah tubuh ini, sampai – sampai tubuhku  tersungkur untuk menahannya. 

Adakah sedikit jeda untuk aku menarik nafas? 

Tak tahukah kamu bahwa aku hampir mati di cekik oleh sebuah angan? 

Mulai saat ini kamu mesti tahu mengapa dadaku selalu sajah sesak, terkadang rasa sakit menjelma menjadi sosok yang begitu menakutkan. 

Setiap kata yang terucap lewat mulutmu, bagaikan desir angin, ia tak terlihat namun ia begitu terasa.